Monday, June 8, 2009

Masih adakah Nurani Hukum … ?

Masih adakah Nurani Hukum … ?

Kasus langka, HUKUM yang tanpa kebeningan nurani, dengan segala kekakuannya, kekikukannya, atau lainnya … wallahu ‘alam, sekali lagi mengambil korban di bumi Indonesia ini. Hanya berdasar pengaduan dari pihak yang berkuasa (dalam hal ini bermodal) dengan secarik e-mail (yang isinya hanya complain dan curhat dari konsumen yang mengalami kerugian) sebagai landasan aduan, cukuplah untuk membawa seorang ibu ke Penjara.

Tidak ada paparan bukti atau investigasi lainnya, pun tidak ada analisa atas ketidakbenaran pada e-mail tersebut, yang jadi subyek dan obyek hanyalah e-mail tersebut. Salah benarnya isi e-mail tersebut tidak pernah dipermasalahkan, yang utama (untuk memuaskan pihak pengadu), seret dahulu si Ibu ke penjara urusan salah-benar itu nomor ke sekian.


Berikut dokumen-dokumen terkait (yang maksimal berhasil diperoleh di Internet, akan direvisi seperlunya jika ada dokumen yang lebih valid/lengkap), sbb :
e-mail complain/curhat tersebut (Dokumen 1),
bantahan hukumnya (Dokumen 3),
dan dakwaan jaksa (Dokumen 4).

Tampak ada missing link antara dokumen 1 (aduan umum untuk kualitas layanan yang dianggap tidak layak dan merugikan konsumen, yang dibuat langsung oleh Pasien terkait dan bukan oleh pihak Ketiga) dengan dokumen 3 dan 4. Saya sudah mencoba search di Internet, karena menganggap harusnya ada Dokumen 2, yang berisi bantahan secara teknis/medis dan/atau administrasi/humas dari pihak Rumah Sakit dan/atau Dokter, tetapi tidak berhasil menemukannya.

Jika memang hanya ada Dokumen 3 dan 4 sebagai sanggahan dari Dokumen 1, maka alangkah sadisnya hukum kita dan alangkah merananya kita sebagai konsumen. Tidak ada sama sekali proses mediasi dan pembuktian akar masalah. Yang ada hanya tuntutan pencemaran nama baik, dan langsung diterima sebagai kebenaran hukum. Aneh tapi nyata …, apa yang telah terjadi dengan hukum di negeri ini???
____________________________

Berhukum dengan Nurani

Satjipto Rahardjo
Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum Undip, Semarang

KOMPAS, Senin, 8 Juni 2009 05:27 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/08/05274498/berhukum.dengan.nurani


Prita Mulyasari adalah perempuan biasa, ibu rumah tangga, ibu dari dua anak balita yang berusia tiga tahun dan satu tahun tiga bulan.

Prita bukan koruptor, pembunuh, penipu, atau penjahat. Namun, hanya karena tersandung e-mail, ia harus berurusan dengan polisi, jaksa, bahkan masuk tahanan.

Perempuan itu hanya ingin curhat kepada teman-temannya mengenai layanan rumah sakit terhadap dirinya melalui e-mail.

Dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dikatakan, UU ITE itu dibuat antara lain untuk memberikan semacam hak untuk mengumumkan informasi. Justru Prita tersandung saat ingin berbagi informasi dengan teman-temannya.

Penulis tidak ingin terlibat debat dan proses hukum, hanya ingin menyentuh masalah lebih dalam dari kasus Prita. Masalah itu berkisar pada konsep hukum, apa guna hukum dan cara berhukum. Dengan membahas hal-hal itu, diharapkan akan mengurangi, syukur meniadakan, timbulnya kejadian seperti kasus Prita pada kemudian hari.

Akhir tahun lalu saya menulis ”Berhukum dengan Akal Sehat” (Kompas, 19/12/2008). Intinya adalah adanya hubungan erat antara hukum dan manusia yang menjalankan. Hukum bukan teks semata, tetapi terkait alam pikiran dan nurani manusia yang menjalankan. Jadi, sudah saatnya kita mengubah konsep tentang hukum sebagai teks semata dan menambahkan hukum sebagai perilaku. Kasus Prita adalah contoh bagus tentang kaitan hukum dan perilaku manusia yang menjalankan.

Cara berhukum

Kini kita memasuki ranah cara berhukum. Cara berhukum tidak hanya satu. Dalam kasus Prita dan debat yang menyertainya, cara berhukum masih dipahami sebagai berhukum dengan undang-undang. Jaksa dan polisi juga memperdebatkan prosedur.

Secara sosiologis, akhirnya hukum adalah aneka putusan manusia yang menjalankan sehingga amat rentan terhadap pikiran dan sikap batin manusia yang menjalankan. Polisi, jaksa, dan hakim dapat berbeda dalam putusan tentang apa yang harus dilakukan. Rentang perbedaan putusan itu mulai dari menahan dan memproses sampai ke membebaskan (acquittal, discharge) pelaku. Faktor yang melatarbelakangi perbedaan adalah sikap batin, seperti empati. Dalam sosiologi hukum, faktor disposisi nurani terkait erat dengan tindakan seorang penegak hukum.

Seorang polisi atau jaksa yang bekerja dengan nurani (with conscience) akan menghasilkan putusan berbeda dibandingkan yang bekerja hanya berdasarkan book-rule atau ”mengeja teks”. Hipotesis atas kasus Prita adalah jika perkara itu jatuh di tangan penegak hukum dengan hati nurani, putusannya bisa lain.

Sayang, di universitas (fakultas hukum) dunia umumnya, tidak hanya di Indonesia, belum ada mata kuliah ”penegakan hukum berdasarkan nurani”. Kasus Prita dan kasus Raju (anak di bawah umur yang dipenjarakan) dapat menjadi pintu masuk untuk membicarakan perbedaan antara cara berhukum dengan nurani dan tanpa nurani (”Meratapi Raju dari Balik Jeruji”, Kompas, 25/2/2006).

Gerry Spence, seorang advokat senior Amerika Serikat, mencoba menjawab keluhan masyarakat atas ketidakmampuan (incompetence) para lawyers di sana dalam melayani publik (The Death of Justice, 1997). Menurut Spence, ketidakmampuan para lawyers itu bukan terletak pada profesionalismenya, tetapi pada rasa perasaan kemanusiaan yang tidak dimiliki para lawyers. Sejak mahasiswa melangkahkan kaki masuk law schools, sejak itu pula mereka sudah dipangkas dan ditumpulkan rasa perasaan kemanusiaannya. Akibatnya, publik AS diperlakukan tanpa rasa kasih (care), hanya sebagai obyek yang membayar. Dengan getir, Spence mengatakan, jika Anda membutuhkan bantuan, jangan datang ke kantor lawyer, tetapi ke juru rawat. Kurikulum pendidikan juru rawat itu penuh dengan sikap mengasihi orang (care).

Sisi kemanusiaan

Kasus Prita dan kasus Raju kuyup dengan sisi-sisi kemanusiaan. Cara berhukum dengan nurani memberi perhatian besar terhadap hal-hal itu. Setiap kasus adalah unik, yang membutuhkan nurani untuk menanganinya. Berhukum itu tak hanya berbasis teks, tetapi juga akal sehat dan nurani. Di sini kita tidak sekadar berteori, tetapi sebenarnya Indonesia memiliki manusia-manusia dengan cara berhukum berbasis mata nurani, seperti Bismar Siregar, Adi Andojo Soetjipto, Hoegeng, dan beberapa lainnya. Bismar Siregar selalu mengatakan, saya akan mendahulukan keadilan daripada hukum. Adi Andojo mempertaruhkan dirinya untuk menaikkan citra Mahkamah Agung yang terpuruk. Hoegeng konon begitu jujur sehingga menyaingi ”polisi tidur” dan patung polisi yang tidak dapat disuap.

Sekalian bukti-bukti nyata itu menunjukkan, berhukum berdasarkan book-rule amat tidak cukup dan dibutuhkan berhukum dengan nurani. Cara itu dibutuhkan Indonesia yang dalam keadaan luar biasa saat ini. Pujangga besar Inggris, William Shakespeare, dalam salah satu dramanya pernah menyuruh seorang aktor mengatakan, ”The first thing we have to do is to kill all the lawyers”. Ini saya kira ditujukan kepada para ahli hukum yang bekerja seperti tukang tanpa nurani.

Marilah kita berusaha sebaik-baiknya, dengan berhukum berdasarkan hati nurani, agar kejadian-kejadian seperti kasus Prita dan kasus Raju menjadi yang terakhir demi menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang berkualitas.
____________________________
Dokumen 1
http://www.mail-archive.com/parentsguide@yahoogroups.com/msg09863.html

From: prita mulyasari [mailto:prita. mulyasari@ yahoo.com]
Sent: Friday, August 15, 2008 3:51 PM
To:
Subject: Penipuan OMNI Iternational Hospital Alam Sutera Tangerang

Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya, terutama anak-anak, lansia dan bayi. Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS International seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International.

Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala, datang ke RS. OMNI Intl dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000. Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan tapi saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau ijin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr.Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?), saya kaget tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat kuatir karena dirumah saya memiliki 2 anak yang masih batita jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard International.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu box lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa, setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr. Henky saja.

Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infuse padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami namun janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.

Dr, Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. Dr. Henky menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow upnya samasekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan complaint tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Ogi (customer service coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada service nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan complaint tertulis.

Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen, atas nama Ogi (customer service coordinator) dan dr. Grace (customer service manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya. Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000 makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggung jawab masalah complaint saya ini tidak profesional samasekali. Tidak menanggapi complaint dengan baik, dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr. Mimi informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen dan dr. Henky namun tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagiih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr. Grace sebagai penanggung jawab compaint dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya namun sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang dating kerumah saya. Kembali saya telepon dr. Grace dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah, ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali, dirumah saya tidak ada nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya kemana kan ? makanya saya sebut Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr. Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard International yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami, pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Ogi menyarankan saya bertemiu dengan direktur operasional RS Omni (dr. Bina) namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing, benar.... tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dpercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan, semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis, mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr. Henky, dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda.

Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

salam,

Prita Mulyasari

Nb: oh ya dokternya bernama Dr. Hengky Gozal lengkapnya. Dia spesialis penyakit dalam.

Biodata Ringkas :

Prita Mulyasari
Alamat : Alam Sutera
e-mail : prita.mulyasari@yahoo.com
HP : 081513100600
Tempat/tanggal lahir: Solo, 32 tahun lalu
Pekerjaan: karyawati di bagian call center sebuah bank swasta
Suami: Andri Nugroho
Anak: Khairan Ananta Nugroho, 3 tahun
Ranarya Puandida Nugroho, 1 tahun 3 bulan
_____________________________________

Dokumen 2 :

Tidak (belum) ditemukan :
Harusnya berisikan bantahan teknis/medis dan/atau administrasi/humas dari pihak Rumah Sakit dan/atau Dokter mengenai setiap permasalahan yang di complain di Dokumen 1 tersebut di atas. Apalagi, sebagai rujukan motto dan misi yang dideklarasikan oleh pihak Rumah Sakit adalah :



RS.OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA
Omni Medical Center
“World Class Healthcare”

Misi :
1.Melayani pasien dan keluarga secara profesional, manusiawi, tepat waktu dan tepat guna, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan mencakup kebutuhan-kebutuhan jasmani, mental, spiritual dan sosial.

2.Mengenali dan mengejar kesempatan pasar strategis untuk pertumbuhan dan perkembangan dibidang medik dan penunjang medik.

3.Membangun dan membina hubungan baik dengan stakeholders.

4.Menjamin suatu lingkungan kerja yang baik di bidang penunjang medik yang mendatangkan suasana komunikatif pada dokter dan pasien serta ditunjang dengan pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan.

Omni berarti “ADA DAN UNTUK SEMUA“. Untuk itulah kami bertanggung jawab untuk memenuhinya.
Rumah Sakit Omni Medical Center sekarang mempunyai tempat tidur sebanyak 132 tempat tidur. Namun andalan yang kami utamakan adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan paripurna.

Dengan motto: “World Class Healthcare “ kami tetap berbakti dan terus maju
_____________________________________

Dokumen 3

Iklan/Pengumuman di Kompas 8 September 2008

PENGUMUMAN & BANTAHAN

Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA;

Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: prita.mulyasari@ yahoo.com) kepada customer_care@banksinarmas.com, dan telah disebarluaskan ke berbagai alamat e-mail lainnya, dengan judul 'PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG';

Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, 'BANTAHAN kami' atas surat terbuka tersebut sebagai berikut:

1. Bahwa isi surat elektronik (e-mail) terbuka tersebut tidak benar serta tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya terjadi (tidak ada penyimpangan dalam SOP dan etik), sehingga isi surat tersebut telah menyesatkan kepada para pembaca khususnya pasien, dokter, relasi OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, relasi Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan relasi Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA, serta masyarakat luas baik di dalam maupun di luar negeri.

2. Bahwa tindakan SAUDARI PRITA MULYASARI yang tidak bertanggungjawab tersebut telah mencemarkan nama baik OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA, serta menimbulkan kerugian baik materil maupun immateril bagi klien kami.

3. Bahwa atas tuduhan yang tidak bertanggungjawab dan tidak berdasar hukum tersebut, klien kami saat ini akan melakukan upaya hukum terhadap SAUDARI PRITA MULYASARI baik secara hukum pidana maupun secara hukum perdata.

Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut.

Jakarta, 8 September 2008

Kuasa Hukum
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,
Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA

RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS

Ttd. Ttd.
Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.
Advokat & Konsultan HKI. Advokat.

Ttd. Ttd.
Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H.
Advokat. Advokat.
____________________________________

Dokumen 4

Kutipan Isi Dakwaan Jaksa.

KEJAKSAAN NEGERI TANGERANG
-----------------------------------------------
“UNTUK KEADILAN” p-29
S U R A T D A K W A A N
No. Reg. Perkara 432/TNG/05/2009

I. TERDAKWA:
Nama Lengkap : Prita Mulyasari
Tempat Lahir : Jakarta
Umur/Tanggal lahir : 31 tahun/27 Maret 1977
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tingal : Kelurahan Grogol Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan :---------

II. PENAHANAN:
- Oleh penyidik tidak dilakukan penahanan
- Terdakwa ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum sejak tanggal 13 Mei 2009 sampai dengan berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang

III. DAKWAAN:

KESATU:

---------- Bahwa Ia terdakwa Prita Mulyasari pda tanggal 15 Agustus 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus 2008, bertempat di Rumah Sakit Internasional Bintaro Tangerang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Tangerang, yang memenuhi unsur pasal 27 ayat (3) yaitudengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau pencemaran nama baik yaitu dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace H Yarlen Nela, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:
Awalnya pada 7 Agusturs 2008, sekitar pukul 20.30 Prita mendatangi RS Omni Internasional di Alam Sutera, Tangerang, dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala. Setelah dilakukan pemeriksaan darah diperoleh hasil bahwa thrombositny adalah 27.000, waktu itu terdakwa ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan harus rawat inap.
Kemudian dr. Indah menanyakan dokter specialis mana yang akan terdakwa pilih untuk menangani terdakwa. Selanjutnya terdakwa meminta referensi dari dr. Indah karena terdakwa sama sekali tidak tahu, dan referensi dari dr. Indah adalah dr. Hengky

Setelah itu dr. Hengky memeriksa kondisi terdakwa yang disampaikan melalui anamnesa yaitu lemas, demam tiga hari, sakit yang kepala yang hebat, nyeri ke seluruh tubuh, mual, muntah dan tidak bisa makan serta dari observasi febris (demam) yaitu suspect demam berdarah dengan diagnosa banding viral infection (infeksi virus) dan infection secunder, sehingga malam itu terdakwa diinfus dan diberikan suntikan. Keesokan paginya dr. Hengky menginformasikan bahwa ada revisi hasil laboratorium semalam bukan 27.000 tetapi 181.000, selanjutnya tangan kiri terdakwa mulai membengkak dan terdakwa minta dihentikan infus dan suntikan
Kemudian karena menurut terdakwa kondisinya semakin memburuk yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa mengalami membengkak akhirnya terdakwa keluar dari RS. Omni Internasional Alam Sutera Tangerang pada tanggal 12 Agusutus 2008 dengan hasil diagnosa gondokan dan langusung menuju RSI Bintaro Tangerang serta dirawat dari tanggal 12 s/d 15 Agustus 2008

Dan sehubungan dengan perawatan terdakwa di RS. Omni Internasional Alam Sutera Tengerang, terdakwa menyampaikan komplain secara tertulis ke manajemen Omni dan diterima oleh OGI (Customer Srvice Coordinator) dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela (Customer Service Manajer) dimana yang menjadi obyek komplain adalah kondisi kesehatan tubuh terdakwa pada saat masuk UGD, hasil laboratorium dan pada saat keluar dari RS. Omni Internasional Alam Sutera Tangerang mengalami keluhan lain, selain itu selama perawatan terdakwa tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan jelas mengenai kondisi kesehatan terdakwa dari dr. Hengky Gosal Sp. PD. Akan tetapi tanggapan dr. Grace mengenai masalah komplain terdakwa tidak professional sehingga terdakwa pada waktu dirwat di RSI Bintaro Tangerang membuat dan mengirimkan email atau surat elektronik, dan yang dimaksud dengan E-mail atau surat elektronik adalah cara pembuatan, pengiriman, penyimpanan dan penerimaan surat/atau pesan dengan cara menyiman dan mengirim data surat/pesan media komunikasi elektronik. Selanjutnya terdakwa mengirim E-mail tersebut melalui alamt email pritamulyasari @ yahoo.com ke sejumlah orang yang berjudul “Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang” yang isinya antara lain “saya informasikan juga dr. Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini” dan “ Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggungjawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali” dan “ Tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer”

Lanjutkan ke halaman berikutnya:


------Perbuatan terdakwa sebagimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 ayat (1 jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 Tahun 2008-----------------------------

ATAU

KEDUA:
------- Bahwa ia terdakwa PRITA MULYASARI pada tanggal 15 Agustus 2008 atau atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus 2008, bertempat di Rumah Sakit Internasional Bintaro Tangerang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Tangerang, sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yaitu dr. Hengky Gosal Sp, PD dan dr. Grace YN, dengan menuduh sesuatu hal , yang maksudnya terang supaya hal itu dketahui umum jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di muka umum, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:

Awalnya pada 7 Agusturs 2008, sekitar pukul 20.30 Prita mendatangi RS Omni Internasional di Alam Sutera, Tangerang, dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala. Setelah dilakukan pemeriksaan darah diperoleh hasil bahwa thrombositny adalah 27.000, waktu itu terdakwa ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan harus rawat inap.
Kemudian dr. Indah menanyakan dokter specialis mana yang akan terdakwa pilih untuk menangani terdakwa. Selanjutnya terdakwa meminta referensi dari dr. Indah karena terdakwa sama sekali tidak tahu, dan referensi dari dr. Indah adalah dr. Hengky

Setelah itu dr. Hengky memeriksa kondisi terdakwa yang disampaikan melalui anamnesa yaitu lemas, demam tiga hari, sakit yang kepala yang hebat, nyeri ke seluruh tubuh, mual, muntah dan tidak bisa makan serta dari observasi febris (demam) yaitu suspect demam berdarah dengan diagnosa banding viral infection (infeksi virus)dan infection secunder, sehingga malam itu terdakwa diinfus dan diberikan suntikan. Keesokan paginya dr. Hengky menginformasikan bahwa ada revisi hasil laboratorium semalam bukan 27.000 tetapi 181.000, selanjutnya tangan kiri terdakwa mulai membengkak dan terdakwa minta dihentikan infus dan suntikan
Kemudian karena menurut terdakwa kondisinya semakin memburuk yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa mengalami membengkak akhirnya terdakwa keluar dari RS. Omni Internasional Alam Sutera Tangerang pada tanggal 12 Agusutus 2008 dengan hasil diagnosa gondokan dan langusung menuju RSI Bintaro Tangerang serta dirawat dari tanggal 12 s/d 15 Agustus 2008

Dan sehubungan dengan perawatan terdakwa di RS. Omni Internasional Alam Sutera Tengerang, terdakwa menyampaikan komplain secara tertulis ke manajemen Omni dan diterima oleh OGI (Customer Srvice Coordinator) dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela (Customer Service Manajer) dimana yang menjadi obyek komplain adalah kondisi kesehatan tubuh terdakwa pada saat masuk UGD, hasil laboratorium dan pada saat keluar dari RS. Omni Internasional Alam Sutera Tangerang mengalami keluhan lain, selain itu selama perawatan terdakwa tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan jelas mengenai kondisi kesehatan terdakwa dari dr. Hengky Gosal Sp. PD. Akan tetapi tanggapan dr. Grace mengenai masalah komplain terdakwa tidak professional sehingga terdakwa pada waktu dirwat di RSI Bintaro Tangerang membuat dan mengirimkan email atau surat elektronik, dan yang dimaksud dengan E-mail atau surat elektronik adalah cara pembuatan, pengiriman, penyimpanan dan penerimaan surat/atau pesan dengan cara menyiman dan mengirim data surat/pesan media komunikasi elektronik. Selanjutnya terdakwa mengirim E-mail tersebut melalui alamt email pritamulyasari @ yahoo.com ke sejumlah orang yang berjudul “Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang” yang isinya antara lain “saya informasikan juga dr. Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini” dan “ Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggungjawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali” dan “ Tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer”

Lanjutkan ke Halaman Berikutnya:


------Perbuatan terdakwa sebagimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 310 ayat (2) KUHP------------------------------------------------------------------

ATAU

KETIGA:
------Bahwa ia terdakwa PRITA MULYASARI pada tanggal 15 Agustus 2008 atau atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus 2008, bertempat di Rumah Sakit Internasional Bintaro Tangerang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Tangerang, yang melakukan kejahatan pecemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa denga cara sebagai berikut:

Awalnya pada 7 Agusturs 2008, sekitar pukul 20.30 Prita mendatangi RS Omni Internasional di Alam Sutera, Tangerang, dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala. Setelah dilakukan pemeriksaan darah diperoleh hasil bahwa thrombositny adalah 27.000, waktu itu terdakwa ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan harus rawat inap.
Kemudian dr. Indah menanyakan dokter specialis mana yang akan terdakwa pilih untuk menangani terdakwa. Selanjutnya terdakwa meminta referensi dari dr. Indah karena terdakwa sama sekali tidak tahu, dan referensi dari dr. Indah adalah dr. Hengky

Setelah itu dr. Hengky memeriksa kondisi terdakwa yang disampaikan melalui anamnesa yaitu lemas, demam tiga hari, sakit yang kepala yang hebat, nyeri ke seluruh tubuh, mual, muntah dan tidak bisa makan serta dari observasi febris (demam) yaitu suspect demam berdarah dengan diagnosa banding viral infection (infeksi virus)dan infection secunder, sehingga malam itu terdakwa diinfus dan diberikan suntikan. Keesokan paginya dr. Hengky menginformasikan bahwa ada revisi hasil laboratorium semalam bukan 27.000 tetapi 181.000, selanjutnya tangan kiri terdakwa mulai membengkak dan terdakwa minta dihentikan infus dan suntikan
Kemudian karena menurut terdakwa kondisinya semakin memburuk yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa mengalami membengkak akhirnya terdakwa keluar dari RS. Omni Internasional Alam Sutera Tangerang pada tanggal 12 Agusutus 2008 dengan hasil diagnosa gondokan dan langusung menuju RSI Bintaro Tangerang serta dirawat dari tanggal 12 s/d 15 Agustus 2008

Dan sehubungan dengan perawatan terdakwa di RS. Omni Internasional Alam Sutera Tengerang, terdakwa menyampaikan komplain secara tertulis ke manajemen Omni dan diterima oleh OGI (Customer Srvice Coordinator) dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela (Customer Service Manajer) dimana yang menjadi obyek komplain adalah kondisi kesehatan tubuh terdakwa pada saat masuk UGD, hasil laboratorium dan pada saat keluar dari RS. Omni Internasional Alam Sutera Tangerang mengalami keluhan lain, selain itu selama perawatan terdakwa tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan jelas mengenai kondisi kesehatan terdakwa dari dr. Hengky Gosal Sp. PD. Akan tetapi tanggapan dr. Grace mengenai masalah komplain terdakwa tidak professional sehingga terdakwa pada waktu dirwat di RSI Bintaro Tangerang membuat dan mengirimkan email atau surat elektronik, dan yang dimaksud dengan E-mail atau surat elektronik adalah cara pembuatan, pengiriman, penyimpanan dan penerimaan surat/atau pesan dengan cara menyiman dan mengirim data surat/pesan media komunikasi elektronik. Selanjutnya terdakwa mengirim E-mail tersebut melalui alamt email pritamulyasari @ yahoo.com ke sejumlah orang yang berjudul “Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang” yang isinya antara lain “saya informasikan juga dr. Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini” dan “ Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggungjawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali” dan “ Tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer”

------Perbuatan terdakwa sebagimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 311 ayat (1) KUHP------------------------------------------------------------------

Tangerang, 20 Mei 2009

JAKSA PENUNTUT UMUM
TTD,

RAKHMATI UTAMI, SH
JAKSA PRATAMA NIP.230022340
________________________________________________

No comments:

Post a Comment

Komentar Anda mengenai artikel ini :